Lebih Awal, Jemaah Naqsabandiyah Kota Bima Laksanakan Salat Idul Fitri

Salat Idul Fitri Digelar di Pondok Pesantren Darul Ulum wal Amal

Kota Bima, 29 Maret 2025 – Jemaah Tarekat Naqsabandiyah di Kota Bima melaksanakan Salat Idul Fitri 1446 H pada Sabtu, 29 Maret 2025, di halaman Pondok Pesantren Darul Ulum wal Amal, Kelurahan Ntobo, Kota Bima.

Salat Id dipimpin oleh imam M. Sidik H. Afandi, S.Sos., sementara khotbah disampaikan oleh Mm Tayeb, S.Pd.I. Penetapan 1 Syawal 1446 H dilakukan berdasarkan metode hisab dan rukyah yang digunakan oleh ulama Tarekat Naqsabandiyah di Sumatra, melalui musyawarah dua bulan sebelum Ramadan. Berdasarkan ijma’ tersebut, mereka memulai puasa Ramadan lebih awal pada 27 Februari 2025, yaitu dua hari sebelum pemerintah menetapkan awal puasa.

Metode Penetapan Ramadan dan Idul Fitri oleh Naqsabandiyah

Tarekat Naqsabandiyah menggunakan kombinasi hisab (perhitungan astronomi) dan rukyah (pengamatan hilal) dalam menentukan awal Ramadan dan Syawal. Selain itu, keputusan juga didasarkan pada ijma’ (kesepakatan ulama tarekat) dan qiyas (analogi hukum Islam).

Penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal dilakukan melalui musyawarah para ulama tarekat sekitar dua bulan sebelum Ramadan. Sebagai contoh, pada tahun 2025:

Di Padang, Jemaah Naqsabandiyah menetapkan awal puasa pada 27 Februari 2025, setelah musyawarah dengan para ulama tarekat.

Di Sumatera Utara, Tarekat Naqsabandiyah Al-Kholidiyah Jalaliyah menetapkan awal puasa pada 1 Maret 2025, berdasarkan keputusan mursyid tarekat yang dikeluarkan pada 3 Februari 2025.

Perbedaan tanggal ini menunjukkan bahwa meskipun metode yang digunakan serupa, hasil penetapan Ramadan dan Idul Fitri dapat bervariasi antar wilayah atau cabang tarekat, bergantung pada hasil musyawarah ulama setempat.

Sejarah Singkat Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia

Tarekat Naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi besar yang berkembang luas di dunia Islam. Didirikan oleh Syekh Bahauddin Naqshband di Bukhara pada abad ke-14, tarekat ini menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Di Nusantara, ajaran Naqsabandiyah pertama kali berkembang melalui ulama dari Sumatra pada abad ke-18 dan ke-19. Wilayah Minangkabau, Aceh, dan Palembang menjadi pusat penyebaran tarekat ini sebelum akhirnya menyebar ke Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Bima.

Tarekat ini dikenal dengan praktik dzikir yang khas serta metode ketat dalam menentukan kalender Islam, sehingga sering kali memiliki perhitungan tersendiri dalam menetapkan awal Ramadan dan Idul Fitri.

Perbedaan Penetapan Lebaran dengan Pemerintah

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Agama, baru akan menggelar sidang isbat penentuan 1 Syawal 1446 H pada 29 Maret 2025. Sidang ini menggunakan metode hisab dan rukyah yang berbeda dengan yang digunakan oleh Jemaah Naqsabandiyah.

Meski ada perbedaan penetapan hari raya, semangat toleransi dan kebersamaan tetap dijunjung tinggi dalam merayakan Idul Fitri.(san).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *