Kota Bima. Bagi kita yang hidup di awal abad 21, banjir yang terjadi tahun 2013 hingga tahun 2018 mungkin menjadi catatan banjir bandang terparah yang pernah kita alami. Namun tahukah kita, bahwa akhir abad 19 masehi banjir pernah meluluh lantahkan Bima.? Banjir itu menewaskan ratusan orang dan menyebabkan ribuan rumah hanyut terbawa arus banjir. Peristiwa itu terjadi pada April hingga Mei 1898, saat sebuah badai besar menerjang wilayah kepulauan Sunda Kecil termasuk wilayah Kesultanan Bima.
Dilansir dari Koran Belanda De Avondpost,, Leeuwarder Courant dan Het Vaderland yang terbit tanggal 25 Juni 1898, banjir bandang yang menerjang Bima terjadi selama 4 hari berturut-turut. Banjir dimulai pada 29 April sore hari sekitar pukul 4. Setelah banjir pertama berlalu dan air mulai surut, banjir yang jauh lebih besar menyusul pada malam hari tanggal 30 April hingga tanggal 1 Mei. Banjir besar yang menerjang tanggal 30 April hingga tanggal 1 Mei tersebut disertai hujan deras yang terus-menerus mengguyur dan badai dari arah barat laut yang mengamuk hingga hingga 2 Mei. Pagi hari tanggal 3 Mei angin sudah mulai mereda, tetapi hujan masih terus berlanjut mengguyur wilayah Bima
Ratusan orang tewas terserat arus banjir
Berdasarkan laporan yang diterima Gubernur Hindia Belanda di Makassar tanggal 5 Mei tahun 1898, ada ratusan warga Bima yang tewas terseret arus banjir selama badai dan banjir berlangsung. Di Sape, lebih dari 80 orang dilaporkan tewas terseret arus banjir. Bahkan menurut laporan lain, korban tewas di Sape mencapai 128 orang dimana dua kampong besar di Sape hancur tak tersisa. Disebelah barat Teluk Bima yaitu di Rasanggaro, 37 orang dilaporkan tewas terseret banjir. Di Sila sebanyak 16 orang, di Tonda ada 8 orang, kemudian di selatan Teluk Bima 1 orang tewas di Raba Kodo dan sejumlah nyawa lain melayang di Sakuru.
Dari data korban meninggal diatas, maka ada lebih dari 200 nyawa hilang akibat banjir yang menerjang Bima tanggal 29 April hingga 2 Mei tahun 1898.
Ribuan Rumah Hanyut Tersapu Banjir Bandang
Tidak saja merenggut ratusan nyawa, banjir bandang di Bima juga menyebabkan ribuan rumah hanyut tak tersisa. Laporan Leeuwarder Courant menyebutkan, ada dua kampong besar di Sape yang bangunan rumahnya tersapu banjir bandang hingga tak tersisa. Di kampung Belo selatan Bima, dari 1.000 lebih rumah yang ada, tersisa hanya 4 rumah saja yang tidak tersapu banjir. Bahkan beberapa bulan sebelumnya kebakaran telah menghancurkan 60 rumah di desa tersebut.
Di Sila lebih dari 50 rumah hanyut tersapu banjir. Informasi lain menyebut jumlah pasti rumah yang hancur di Sila yaitu 140 rumah. Dipedalaman Bima seperti di Sie, Simpasai, Waworada dan Tangga, ada 218 rumah yang hanyut tersapu banjir bandang. Sakuru juga tak kalah hancurnya, ada puluhan rumah yang hanyut sementara di Rabakodo 40 rumah hancur.
Kondisi Wilayah Kota Bima saat itu
Di wilayah Kota Bima atau ibu Kota Kesultanan Bima, ketinggian banjir mencapai dada orang dewasa namun tidak menyebabkan korban jiwa dan kehancuran bagi rumah penduduk.
“Sulit bagi saya untuk memberikan gambaran yang nyata. Selama banjir, semuanya terendam air. Kami tidak bisa saling membantu; setiap orang harus mengurus keselamatan mereka sendiri. Saya tidak melebih-lebihkan ketika mengatakan bahwa seluruh Bima setelah banjir telah berubah menjadi kubangan lumpur. Jalan dan jalur yang sebelumnya cukup terawat kini tidak bisa dikenali lagi. Di wilayah Sultan, kondisinya sama; di sana-sini batang pohon besar atau puing-puing rumah dan pagar menghalangi jalan, dan lubang-lubang dalam dengan kedalaman 3 hingga 4 meter menghambat perjalanan lebih lanjut. Hampir di mana-mana ada rumah tanpa atap atau dinding depan atau belakang karena sudah tersapu air. Pagar dan jembatan telah hilang; tidak ada bangunan yang memiliki pagar yang layak.”
Tulis Controuller Bima dalam laporannya pada gubernur di Makassar.
Dikawasan pemukiman dan kantor orang Eropa tidak mengalami kerugian yang berarti. Banjir hanya merusak pagar dan menghanyutkan ayam serta ternak mereka yang lain. Sementara itu diwilayah pemukiman orang Tionghoa dan Arab, mereka mengalami kerugian yang cukup besar. Bukan karena rumah mereka yang hanyut, tetapi karena barang dagangan yang mereka simpan di kolong rumah hanyut atau rusak karena banjir.
Dampak Susulan dari Banjir Bandang
Selain menyebabkan hilangnya ratusan nyawa dan ribuan rumah, banjir bandang Bima juga meyisakan dampak yang berkepanjangan bagi masyarakatnya. Butuh waktu lama bagi penduduk Kesultanan Bima untuk memulihkan perekonomian mereka. Akibatnya, para pedagang Arab dan China yang berdagang dengan warga local, akan kesulitan untuk menagih piutang mereka pada masyarakat korban banjir.
Selain itu, banjir juga telah menyebabkan gagal panen diseluruh wilayah Kesultanan Bima. Padahal diperkirakan hasil panen padi tahun 1898 akan melimpah setelah satu tahun terakhir Bima dilanda kekeringan yang menyebabkan petani tidak mendapat hasil yang baik. Seluruh lahan pertanian dipenuhi lumpur yang sangat tebal, sementara ayam, kerbau dan kuda juga habis tersapu banjir.
Hal ini menimbulkan bencana susulan yang juga dahsyat yaitu bencana kelaparan.
Dari laporan banjir bandang yang menerjang Bima tahun 1898 diatas, bisa dibayangkan sedahsyat apa bencana banjir yang menerjang wilayah Kesultanan Bima saat itu. Jika dibandingkan dengan rentetan bencana banjir bandang yang terjadi sejak tahun 2006 hingga kini, belum ada yang sebanding dengan bencana banjir satu abad silam tersebut. (san)